Petani merica yang menolak kehadiran PT Vale Indonesia Tbk di Luwu Timur, Sulawesi
Petani merica yang menolak kehadiran PT Vale Indonesia Tbk di Luwu Timur, Sulawesi

Dari tahun ke tahun, sejak wacana ekosistem kendaraan listrik semakin populer di Indonesia, ekspansi tambang nikel terus melebar dan mengancam bentang alam hutan dan kehidupan masyarakat di Pulau Sulawesi, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan. Saat ini, ribuan masyarakat, khsususnya petani merica, perempuan dan pelaku ekonomi kecil hingga menengah pedesaan di Kecamatan Towuti, terutama di Desa Loeha, Ranteangin, Masiku, Bantilang, Tokalimbo, hingga Maahalona Raya sedang terancam oleh perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia. Tidak hanya itu, ekosistem hutan hujan di Pegunungan Lumereo (Blok Tanamalia), yang memiliki fungsi esensial bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitar serta sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna juga terancam rusak bahkan hilang akibat perluasan tambang perusahaan yang sebagian besar sahamnya dipegang oleh perusahaan asal Brazil dan Jepang.

Berdasarkan riset sementara WALHI Sulsel, dari total luas blok tanamalia di Pegunungan Lumereo, 3.654 Ha telah kami identifikasi sebagai kebun-kebun merica petani yang hidup di sekitar pegunungan tersebut, khususnya petani di beberapa desa di Kecamatan Towuti. kebun-kebun tersebut telah ditanam dan dipelihara sejak 20 tahun lalu. Akan tetapi masih banyak dan luas kebun merica yang belum kami identifikasi.

Saat itu, hasil kebun merica tersebut telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Sehingga sampai saat ini, kebun merica petani dan perempuan ini merupakan sumber penghasilan utama masyarakat. Selain itu, berkat kebun merica masyarakat di Loeha dan Mahalona Raya, petani dan perempuan dapat mempekerjakan ribuan orang setiap tahun sebagai buruh tani dengan penghasilan rata-rata Rp. 3.000.000,-/bulan.

Di sisi lain, kegiatan ekonomi petani dan perempuan di Pegunungan Lumereo, ikut menggerakan dan memberi penghasilan bagi pelaku ekonomi di sector lain. Buktinya, perkebunan merica petani di Loeha dan Mahalona Raya ikut menggerakkan dan memberi keuntungan bagi pengepul merica, distribusi pupuk, pedagang, hingga eksportir. Sehingga bisa diprediksi bahwa akan ada ratusan pelaku ekonomi yang akan berhenti dan merugi bila Blok Tanamalia di pegunungan Lumereo ditambang oleh PT Vale Indonesia.

Kemudian, dari aspek lingkungan hidup, di Pegunungan Lumereo, WALHI Sulsel dan Asosiasi Petani Merica Loeha – Mahalona Raya mencatat setidaknya ada puluhan ribu hektar hutan hujan beserta ekosistem hutan hujan lainnya. Sementara yang terdapat di Desa Loeha dan sebagian di Desa Mahalona masih terdapat 13.522 Ha hutan hujan.

Dari diskusi bersama petani merica Loeha Raya dan Mahalona Raya serta hasil pengamatan langsung di lapangan, fungsi ekologi eksosistem hutan hujan di Pegunungan Lumereo sangat besar. Terutama bagi masyarakat dan flora dan fauna. Setidaknya ada puluhan mata air di. Ada tujuh sungai yang bermuara ke Danau Towuti yang berstatus konservasi, dan ada juga beberapa danau kecil yang merupakan habitat bagi hewan-hewan endemic Sulawesi.

Oleh karena itu, para petani merica dan perempuan-perempuan di sekitar pegunugan Lumereo sangat meyakini bahwa perluasan tambang nikel PT Vale di blok Tanamalia akan merusak ekosistem hutan hujan di pegunungan Lumereo. Karena aktivitas tambang nikel dilakukan dengan menghancurkan hutan dan mengeruk tanah. Sehingga, ekosistem lain di dalam pegunungan Lumereo juga akan ikut rusak. Bila dibandingkan daya rusak peta pada dasarnya kegiatan masyarakat lebih baik daripada perusahaan. Karena petani tidak pernah merusak tanah. Petani hanya merubah vegetasi hutan menjadi pohon merica. Sementara, PT Vale tidak hanya menebang pohon, akan tetapi akan menggali, mengeksavasi tanah sehingga akan merubah bentang alam pegunungan Lumereo.

Dari potensi dampak tersebut, WALHI Sulawesi Selatan dan Asosiasi Petani Merica Loeha Raya – Mahalona Raya dengan tegas menolak rencana perluasan tambang PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia. Masyarakat Loeha Raya dan Mahalona Raya menyatakan sikap akan melindungi Pegunungan Lamuero yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama masyarakat khususnya perempuan.

Kini, PT Vale Indonesia sedang melakukan eksplorasi di sekitar kebun-kebun merica petani. Eksplorasi ini dilakukan untuk melihat potensi mineral nikel di Pegunungan Lumereo. Menurut petani merica di Desa Ranteangin, Masiku, kegiatan eksplorasi PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia dilakukan tanpa konsultasi public yang bermakna dengan petani merica dan perempuan. Petani di Ranteangin dan Masiku bersaksi tidak pernah melihat PT Vale melakukan pertemuan dengan petani merica dan perempuan untuk membahas rencana eksplorasi. PT Vale tidak pernah memperlihatkan dokumen-dokumen perizinan dan lingkungan PT Vale Indonesia sebelum melakukan eksplorasi. PT Vale menurut masyarakat tidak pernah menunjukan peta rencana eksplorasi dan batas waktu ekspolrasi di Blok Tanamalia.

Beberapa waktu yang lalu, petani merica di Loeha secara tegas membantah pernyataan Head Communication PT Vale Indonesia. Petani di Loeha memberi keterangan bahwa PT Vale hanya menggelar pertemuan dengan 5 orang warga, serta kepala dan aparat Desa Loeha. Tidak pernah ada pertemuan antara PT Vale Indonesia dengan petani merica apalagi dengan perempuan. Selain itu, menurut beberapa anggota Asosiasi Petani Merica di Desa Loeha, PT Vale juga tidak pernah membuka dokumen-dokumen yang berkaitan dengan rencana kegiatan eksplorasi perusahaan.

Atas dasar itu kami menilai bahwa manajemen PT Vale Indonesia tidak pernah meminta persetujuan masyarakat terkait kegiatan eksplorasi di Tanamalia. Oleh karena itu, kami patut mengingatkan bahwa masyarakat, petai dan perempuan memiliki hak atas informasi, khususnya informasi lingkungan. Maka, kami meminta kembali kepada CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddi untuk menghentikan seluruh kegiatan eksplorasi tambang nikel di pegunungan Lumereo, khususnya di Blok Tanamalia.  

Mei 2023, Asosiasi Petani Merica Loeha Raya – Mahalona Raya terbentuk sebagai wadah petani merica se-Loeha Raya dan Mahalona Raya untuk memlindungi kebun-kebun merica petani dan ekosistem hutan hujan di pegunungan Lumereo dari ekspandi tambang PT Vale Indonesia. Saat ini PT Vale Indonesia diberi konsesi oleh negara seluas 118.000 Ha. Logikanya, bila pemerintah mencabut konsesi PT Vale di Blok Tanamalia seluas 18.000 Ha, maka sesungguhnya PT Vale Indonesia masih memiliki 100.000 Ha konsesi. Maka menurut kami, permintaan masyarakat untuk pelepasan konsesi PT Vale di Blok Tanamalia adalah permintaan yang realistis untuk memberi ruang hidup bagi petani merica dan perempuan, serta anak-anak di Loeha Raya dan Mahalona Raya.

Berdasarkan pernyatan kami diatas, WALHI Sulawesi Selatan dan Asosiasi Petani Merica Loeha Raya – Mahalona Raya menyatakan sikap: Menolak Perluasan Tambang PT Vale Indonesia di bentang alam pegunungan Lumereo, khususnya di Blok Tanamalia. Selamatkan kebun merica petani dan perempuan Loeha Raya dan Mahalona Raya. Selamatkan Bentang Alam Hutan Hujan di Pegunungan Lumereo.

Kami pun menuntut kepada CEO PT Vale Indonesia:

  1. Hentikan Eksplorasi Tambang Nikel di Blok Tanamalia
  2. Hormati sikap petani merica dan perempuan di Desa Loeha, Ranteangin, Masiku, Bantilang, Tokalimbo, Mahalona Raya yang menolak ekspansi tambang PT Vale Indonesia di Pegunungan Lumereo khususnya di Blok Tanamalia.
  3. Buka Informasi dan konsultasikan secara bermakna kepada petani dan perempuan Loeha Raya – Mahalona Raya terkait: Dokumen Perencanaan Eksplorasi Tambang Nikel PT Vale. AMDAL rencana kegiatan pertambangan PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia.

Kepada Presiden Republik Indonesia kami memohon:

  1. Revisi IUP Khusus PT Vale Indonesia. Hapus Konsesi PT Vale Indonesia dari Pegunungan Lumereo (Blok Tanamalia)
  2. Selamatkan kehidupan dan sumber kehidupan petani merica di sekitar Pegunungan Lumereo, Luwu Timur
  3. Selamatkan bentang alam hutan hujan di Pegunungan Lumereo.

Ranteangin, 29 Mei 2023

Padli Septian, Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel (0856 9674 7708)

Bapak Cilong, Pimpinan Asosiasi Petani Merica Desa Loeha (0812 2422 2272)

Bapak Syamsul, Petani Desa Ranteangin (0812 4543 5980)

Bapak Terru, Petani Desa Masku (0852 9844 6133)