Pulau Lae-Lae, sebuah pulau kecil di pesisir barat Kota Makassar, kini menghadapi ancaman besar.Pulau ini hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari pusat kota, namun ironisnya, warga di sana seakan dipinggirkan dari proses pembangunan yang seharusnya memberi manfaat bagi semua. Dengan luas pulau sekitar 6,5 hektare dan populasi sekitar 1.523+ jiwa, Lae-Lae telah lama menjadi rumah bagi nelayan kecil yang menggantungkan hidup pada laut dan ekosistem pesisir.

Rencana reklamasi seluas ±12 hektare yang digagas oleh pemerintah yaitu Pemrov SulSel dan pihak swasta PT Yasmin Bumi Asri selaku kontraktor dianggap sebagai proyek yang akan mengubah wajah pulau itu secara drastis. Proyek reklamasi ini bertujuan memperluas daratan melalui penimbunan laut di sekitar pulau, dan diklaim akan digunakan untuk pembangunan fasilitas wisata dan komersial. Namun, kawasan yang akan ditimbun selama ini merupakan wilayah tangkap utama nelayan, lokasi mata pencaharian utama warga, sekaligus kawasan penting untuk regenerasi biota laut seperti ikan, udang, dan kerang.

Bagi sebagian orang, reklamasi adalah bentuk pembangunan. Namun bagi warga Lae-Lae yang hidupnya bergantung dari laut reklamasi justru berarti kehilangan: kehilangan ruang hidup, sumber penghidupan, dan ekosistem yang menopang kehidupan mereka selama puluhan tahun. Warga menilai bahwa reklamasi bukan hanya akan menghilangkan akses mereka terhadap laut, tetapi juga mematikan sektor ekonomi lokal seperti perikanan tradisional dan usaha olahan hasil laut. Lebih dari itu. Proyek tersebut bahkan diduga mengandung manipulasi, karena klaim adanya dukungan dari warga tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Penulis : Andi Rasika Agasya Yuri, Safaruddin
Dokumentasi : Sri Asni Hariani As, Nadifa Kamil
Editing : Andi Rasikah Agasya Yuri, Safaruddin
Riset : Muhammad Arfan, Rendy Pasolon