Rabu 11 Juni 2025, Green Youth Celebes dan WALHI Sulawesi Selatan kembali menggelar Diskusi Serial #3 Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nusantara. Diskusi Serial kali ini mengangkat tema “Anak Muda Berbicara, Tantangan Pengakuan Wilayah Tangkap dan Perlindungan Laut Pasca Omnibus Law”
Dinamisator Green Youth Celebes Taufiiqurrahman Yunus, menerangkan bahwa webinar kali ini konsen pada isu lingkungan dalam gerakan anak muda mengingat bahwa 5 Juni yang lalu diperingati sebagai hari Lingkungan Hidup.
“Momentum Hari Lingkungan Hidup menjadi sebuah pengingat bagi kaum muda untuk terus belajar dan memperluas jejaring dalam mengampanyekan lingkungan hidup. Karena sejatinya gerakan lingkungan selalu besar, namun disuarakan oleh orang yang itu-itu saja. Maka dari itu diskusi serial ini berupaya menggaet pemuda yang lebih luas sehingaa suara lingkungan menjadi lebih lantang” kata Tio (sapaan akrabnya).
Diskusi Serial ini menghadirkan tiga orang narasumber, Muhammad Riszky (Jaring Nusa KTI), Rini (Green Youth Celebes) dan Alief Fachrul Raazy (Program Manager YKL Indonesia)
Riszky menceritakan bagaimana hadirnya UU CILAKA (OMNIBUS LAW) sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Polemik UU CILAKA ini sangat sentralistik, segalanya dikembalikan ke pemerintah pusat, inilah yang banyak bertentangan dengan kaum Buruh, Petani dan Nelayan” kata Riszky.
Hal tersebut terjadi, sebab dipindahkannya kewenangan perizinan di pusat, memudahkan perizinan-perizinan dengan cepat terealisasikan untuk para investor.
“UU CILAKA itu fokusnya di investasi sehingga menghasilkan konflik kepentingan antara nelayan dan pariwisata ataupun dengan pertambangan” Lanjut Riszky.
Hadirnya OMNIBUS LAW, atau berbagai UU yang justru memberikan kesengsaraan bagi masyarakat memberikan tugas yang besar untuk semua elemen agar bisa sadar dan bergerak menyuarakan atas segala bentuk kerusakan yang terjadi.
Sementara itu, dari masalah yang hadir dari disahkannya OMNIBUS LAW, Rini juga memberikan gambaran tentang tantangan yang dilalui dalam menjaga laut serta bagaimana harusnya sebagai pemuda berperan dalam upaya pelestarian lingkungan laut dan pesisir.
“Tantangannya, itu karena minimnya ruang belajar secara luas konteks tentang laut, bagaimana mau peduli kalau dari kecil kita hanya diajarkan kalau laut hanya untuk wisata. Pendidikan formal belum menyentu laut secara menyeluruh.” Kata Rini.
Rini menjelaskan bahwa pendidikan formal di Indonesia tidak mengajarkan kita fungsi laut secara menyeluruh, bahwa laut merupakan sumber kehidupan nelayan, sebuah ekosistem yang harus dijaga, serta bahaya yang didapatkan jika merusak laut, kita tidak dapatkan secara menyeluruh, inilah yang menjadi tantangan anak muda saat ini dalam menyuarakan isu lingkungan, atau secara khusus pada isu laut yang selama ini sudah menjadi sumber kehidupan.
Di sisi lain jga, Fahri menjelaskan bahwa isu laut berbeda dengan isu hutan yang berkaitan dengan masyarakat adatnya, dalam kehidupan kelautan semuanya menjadi lebih kompleks
“Ada ketimpangan yg ditemukan terkait dengan wilayah kelola raktat dari masyarakat adat laut dan masyarakat adat yang ada di darat. Karena di laut itu statusnya adalah open akses, jadi sulit bagi masyarakat lokal memiliki pengakuan atas hak laut untuk mengelolanya” Tegas Fahri.
Dalam penjelasannya, Fahri menjelaskan bahwa isu terkait dengan hak-hak kelola rakyat di laut menjadi isu yang seharusnya lantang dibicarakan. Sulitnya masyarakat adat di laut dalam mendapatkan pengakuan atas hak-haknya, ditambah dengan regulasi RZWP3K dan RTRW menjadikan perampasan ruang-ruang tangkap nelayan menjadi semakin masif terjadi dari waktu ke waktu.
Melalui diksusi ini, hak-hak masyarakat adat di kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil terkait pemanfaatan laut menjadi pembahasan penting dalam upaya mendorong kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir. Melalui diskusi yang panjang, hadirlah sebuah harapan dari masing-masing pembicara sebagai berikut
“Banyak yang awam soal aturan hukum, maka dari itu harus diberikan pemahaman bahwa ada hak-hak yang dilanggar. Penting memberikan edukasi hukum, sehingga masyarakat bisalebih cerdas, bukan hanya melihat sekilas soal kerusakan. Selain itu, cara terbaik adalah kita bisa menjahit cerita-cerita dari warga lokal dan masyarakat adat yang melindungi laut dengan cara masyarakat itu sendiri.”
“Fokus saja mencari cara bagaimana mengamankan hak-hak masyarakat, karena kalau pengakuan hak terpenuhi, tentu aktivitas-aktivitas petambangan bisa diminimalisir”.
“Terus berisik saja sampai kita menang, karena sebagau anak muda, kita punya jumlah anak muda yang banyak, kreativitas yang tinggi dan kemampuan berjejaring yang luas. Itu bisa membuat kita menyuarakan isu lingkungan menjadi lebih besar dan maksimal.” Ucap Rini
Harapan ini menjadi penutup diskusi serial #3. Semoga dengan kebijakan yang semakin mengkhawatirkan, suara-suara lingkungan terus lantang dibicarakan, dan para pemuda menjadi inisiator terdapan dalam semua bentuk gerakan.