Makassar –  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama PC IMM Kabupaten Maros, Green Youth Celebes dan Lembaga Pencinta Alam (LPA) HPPMI Maros menggelar aksi kampanye di depan kantor Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Kamis, 15 mei 2025. Aksi ini dilakukan dalam rangka menyambut Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia yang akan diperingati pada pekan depan. 

Dengan mengusung tema besar ‘Selamatkan Biodiversitas Spermonde’, para massa aksi menyuarakan tuntutan mereka dengan parade poster dan aksi teatrikal. Fokusnya, ada pada empat isu utama yakni Tolak Tambang Pasir Laut dan Reklamasi, Revisi PP 26 Tahun 2023/Ekspor Pasir Laut, Revisi RTRW terintegrasi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2022, dan Krisis Iklim.

Slamet Riadi, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel, menjelaskan bahwa dalam rentang 10 tahun terakhir, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan mengalami perubahan lanskap alam akibat dari masifnya pembangunan reklamasi dan penambangan pasir laut. Tren ini tidak hanya mengubah lanskap di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tetapi juga menghancurkan kehidupan dan identitas bahari yang dimiliki oleh kurang lebih 60.462 rumah tangga perikanan tangkap yang ada di Sulawesi Selatan.

“Terbaru, dengan dalih mengelola sedimentasi, Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Secara redaksional, judul dari aturan ini sebenarnya baik, namun setelah diperiksa beberapa pasal di dalamnya, ternyata menyimpan berbagai skema pelegalan penambangan pasir laut untuk kepentingan ekspor pasir laut. Artinya, sekali lagi pasir laut dilihat bukan dalam kerangka ‘pengelolaan’ tetapi lebih kepada ‘komoditas’ yang siap diperjualbelikan.”, Ujarnya.

Maka dari itu, dalam momentum menjelang peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia ini, WALHI Sulsel bersama komunitas pemerhati lingkungan lainnya menyerahkan dokumen tuntutan kepada perwakilan BPSPL Makassar yang isinya memuat lima poin desakan untuk disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan utamanya kepada Dirjen Pengelolaan Kelautan.

“Dalam aksi ini, kami menitipkan lima pesan tuntutan untuk disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni pertama, cabut PP 26 Tahun 2023 beserta dengan aturan turunannya, kedua, evaluasi tata ruang laut yang ada dalam dokumen RZWP3K dan RTRW terintegrasi yang memuat alokasi reklamasi dan tambang pasir laut, ketiga, menetapkan Wilayah Konservasi Laut berbasis Komunitas Nelayan dan Perempuan dengan Menggunakan Prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), keempat, memulihkan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, dan terakhir, buat dokumen perencanaan adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim.” Tegas Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel ini.

Pasca penerimaan dokumen tuntutan, A. Muhammad Ishak Yusma, plt Kepala BPSPL Makassar kemudian memberikan komentarnya dengan mengatakan bahwa Kami akan memperhatikan bahwa setiap kegiatan di laut harus menjunjung tinggi kelestarian laut. 

“Aspirasi lima poin tadi yang sudah disampaikan tentu akan kami sampaikan secara berjenjang ke Dirjen Pengelolaan Kelautan. Dan momen ini juga kita jadikan refleksi bersama bahwa laut harus dijaga karena bukan hanya sebagai wilayah ekonomi tapi juga rumah bagi biota-biota laut. Jadi mari kita kedepannya untuk saling bersinergi dan berkolaborasi bersama untuk menjaga laut untuk generasi mendatang.”, Ucapnya.

Terakhir, Hajir, Perwakilan Green Youth Celebes Sulawesi Selatan, juga menegaskan bahwa kami berharap bahwa apa yang disampaikan oleh pihak BPSPL betul-betul dijalankan. Bukan hanya sekedar kata-kata belaka. 

“Sebab jika tidak, maka masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk keanekaragaman hayati di dalamnya, selamanya akan menjadi korban dibalik narasi pembangunan.”, Tutupnya.

#SeaNotForSale

#LautMenghidupi

#SuaraLautIndonesia