WALHI Sulsel mendatangi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Dalam kedatangannya WALHI selalu pihak pelapor mendesak agar Kejaksaan Tinggi segera mempercepat penanganan perkara tindak pidana Pendudukan Kawasan Hutan lindung Pongtorra yang dilakukan oleh tersangka Jufri Sambara oknum Anggota DPRD Provinsi Sulsel. (27/10/2022)
Arfiandi sebagai staf hukum WALHI Sulsel menjelaskan perkembangan kasus Jufri Sambara (JS) yang kini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel dinilai lambat dan tidak serius dalam menangani perkara pengrusakan hutan lindung Pongtorra Toraja Utara.
“Desakan yang kami lakukan sehubungan dengan adanya surat SP2HP yang tertanggal 2 September 2022, kode A.4.1 dengan nomor: B/66/IX/2022/Ditreskrimsus, pada pokoknya surat tersebut menerangkan penyidik POLDA Sulsel telah mengirimkan berkas perkara nomor: BP/66/VIII/2022/Ditreskrimsus, tertanggal 22 Agustus 2022 ke Kejaksaan Tinggi Sulsel dan telah masuk dalam tahap satu pemeriksaan berkas perkara. Namun hingga 26 Oktober 2022 belum ada kejelasan dan informasi terbaru mengenai perkembangan dari perkara Pendudukan Kawasan Hutan lindung Pongtorra yang dilakukan oleh tersangka Jufri Sambara Oknum Anggota DPRD Provinsi Sulsel,” ujar Arfiandi.
WALHI Sulsel dalam pelaporanya telah memberikan data dan bukti-bukti yang kuat mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh JS terhadap kawasan hutan lindung Pongtorra yang terletak di Desa Polopadang, Kecamatan Kapala Pitu, Kabupaten Toraja Utara.
Olehnya itu WALHI Sulsel selaku pihak pelapor meminta informasi proses penanganan perkara yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel, mendesak untuk segera melibatkan perkara pendudukan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra yang dilakukan tersangka Jufri Sambara ke pengadilan dan meminta Kejaksaan Tinggi Sulsel profesional dalam menangani perkara.
WALHI Sulsel dalam pelaporanya juga telah menempuh semua prosedur yang sah berikut adalah kronologi pelaporan:
13 Desember, WALHI Sulsel melakukan pelaporan ke Polda Sulsel terkait dugaan tindak pidana pemanfaatan hutan tanpa izin yang dilakukan oleh JS salah satu anggota Dewan Provinsi Sulsel di lokasi hutan lindung Pongtorra Kabupaten Toraja Utara yang diatur dalam SK MENLHK No 362 tahun 2019.
27 Desember 2021, WALHI Sulsel melakukan pelaporan ke pihak Balai GAKKUM Sulawesi soal dugaan pemanfaatan Hutan Lindung Pongtorra di Toraja Utara dengan pelaku yang berbeda dan lokasi yang berbeda sesuai dengan laporan di pihak Polda Sulsel.
28 Desember 2021, berdasar dari laporan pada tanggal 15 Desember WALHI Sulsel diundang Klarifikasi dengan nomor B/5099/XII/2021/Ditreskrumsus ke WALHI Sulsel atas laporan yang sebelumnya dimasukkan pada tanggal 15 Desember ke Krimsus Polda Sulsel untuk mengkonfirmasi temuan-temuan yang disampaikan dalam dokumen pelaporan.
26 Januari 2022, berdasarkan surat Nomor Un. 55/BPPLHK.3/SW-I/01/2022 WALHI SULSEL melakukan klarifikasi atas laporan yang dimasukkan sebelumnya pada tanggal 27 Desember.
23 Februari 2022, penyidik kembali mengundang WALHI Sulsel dengan nomor surat B/729/II/2022/Dirkrimsus selaku pelapor untuk melakukan klarifikasi atas laporan yang dimasukkan pada bulan Desember 2021, dengan pertanyaan tidak jauh berbeda dengan klasifikasi yang pertama pada tanggal 28 Desember 2021.
11 Maret 2022, baru diterbitkan Laporan Polisi dengan nomor STTLP/B/242/2022/spkt/POLDA SULSEL kepada WALHI Sulsel selaku pihak pelapor yang sebenarnya telah melakukan pelaporan pada 15 Desember 2021 dan telah melalui proses penyelidikan dengan adanya undangan klarifikasi beberapa kali di Polda Sulsel.
14 Maret 2022, setelah laporan polisi diterbitkan barulah kami diberikan oleh pihak POLDA SULSEL SP2HP tentang peningkatan status penanganan kasus menjadi penyidikan dengan nomor surat B66/2022/Ditreskrimsus.
15 Maret 2022, Balai GAKKUM Sulawesi mengeluarkan surat informasi pengaduan dengan nomor S.271/BPPHLHK.3/TU/GKM.0/3/2022 yang menyatakan bahwa laporan yang kami masukkan ke pihak Balai GAKKUM itu sedang ditangani oleh pihak Polda Sulsel.
1 April 2022, WALHI Sulsel kembali dipanggil dengan status sebagai saksi dalam proses penyidikan dengan nomor surat S.Pgl/453/III/2022/Ditreskrimsus, kesaksian yang disampaikan terkait keterangan soal apa yang disampaikan dalam dokumen pelaporan yang dimasukkan pada Desember 2021 serta penegasan keterangan yang disampaikan dalam klarifikasi sebelumnya.
Hingga pada tanggal 1 Agustus WALHI Sulsel menerima informasi perkembangan kasus melalui SP2HP dari POLDA Sulawesi Selatan yang menyatakan penetapan tersangka kepada Jufri Sambara dalam kasus pemanfaatan hutan tanpa izin.
Pada tanggal 8 Agustus diketahui pula Jufri Sambara melakukan upaya hukum dengan melakukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Makale, Toraja Utara atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun pada tanggal 22 Agustus dalam proses persidangan prapradilan tersangka mencabut permohonannya sendiri sehingga hakim memutuskan perkara permohonan praperadilan dicabut juga.
Tanggal 22 Agustus, berkas perkara telah dilimpahkan oleh penyidik Ditreskrimsus POLDA Sulsel ke Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk dilakukan pemeriksaan tahap 1 berkas perkara, namun sampai pada tanggal 26 bulan Oktober 2022 belum ada kejelasan perkara di Kejaksaan Tinggi Sulsel.

Dalam konfrensi pers yang di lakukan pada tanggal 27 Oktober 2022, bidang Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kasi Penkum Kejati Sulsel) Soetarmi., S.H.,M.H memberikan tanggapannya perihal berkas laporan dari perkara Pendudukan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra.
Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi dalam tanggapanya menerangkan bahwa berkas yang diterima pada tanggal 18 Oktober 2022 telah di teliti oleh Jaksa penuntut umum dan masih memiliki kekurangan syarat formal dan materil, maka dari itu berkas perkara tersebut dikembalikan ke Polda Sulsel, yang diterima pada tanggal 19 Oktober 2022.
“Setelah saya koordinasi dengan bidang tindak pidana umum di atas, perkara ini setelah di teliti oleh Jaksa penuntut umum, yang di tunjuk untuk menangani perkara ini, perkara ini telah di kembalikan ke polda, dengan beberapa kekurangan syarat formal dan syarat materil pada tanggal 18 Oktober 2022, tanda terima disana pada tanggal 19 Oktober 2022, jadi ada beberapa hal yang di minta oleh penuntut umum untuk segera dilengkapi oleh penyidik. Jadi ini yang dapat saya sampaikan,” ungkap Soetarmi, Kasi Penkum Kejati Sulsel, saat di temui.
Dari pihak WALHI Sulsel juga memberikan tanggapanya mengenai tujuan dan permintaan mereka kepada pihak Kejati Sulsel agar laporan dari kasus ini bisa segera di proses dan mendapatkan perhatian serius oleh Kejati, ini merupakan kasus yang dianggap penting karena menyangkut lingkungan. Jelas Muh. Al Amin direktur Walhi Sulsel.
“Kami cukup berkepentingan pak, untuk mengawal kasus ini karena desakan masyarakat toraja utara kepada kami juga tinggi, jadi kami tidak mungkin sampai memantau dan melakukan upaya sekeras ini kalau tidak ada yang mendorong kami,” ungkap Al Amin, Direktur WALHI Sulsel, saat berdiskusi dengan pihak Kejati.