Jumat 29 Desember 2023, belasan perempuan yang tergabung dalam Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nusantara gelar aksi dan deklarasi di anjungan Pantai Losari Makassar Sulawesi Selatan. Aksi ini bertujuan untuk merespon berbagai kebijakan negara yang melegalisasi praktik perampasan ruang laut dan penghidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Aksi ini diikuti oleh para perempuan nusantara yang berasal dari Pulau Kodingareng Makassar, Pulau Lae-Lae Makassar, Pulau Pari Jakarta, Pesisir Pasar Seluma Bengkulu, Pesisir Semarang Jawa Tengah, Pesisir Kalukubodoa, Pesisir Pajukukang Bantaeng, Pesisir Galesong, Pesisir Mariso Kota Makassar, dan Pantai Merpati Bulukumba.

Dalam Aksi ini, Daeng Bau, salah satu deklarator jejaring perempuan pesisir dan pulau kecil nusantara dan juga merupakan warga Pulau Lae-Lae, membacakan dokumen deklarasi dengan menegaskan bahwa kami perempuan pesisir dan pulau kecil nusantara bersama jutaan masyarakat pesisir di negeri ini akan terus menjaga Indonesia dari kehancuran. Bagi kami, pesisir, laut, dan pulau kecil adalah penanda kedaulatan Indonesia. Artinya, jika pesisir dan pulau kecil hilang, maka hilanglah kedaulatan Indonesia.

“Namun, Hari Ini kami tengah menghadapi persoalan genting yang mengancam eksistensi dan masa depan generasi kami di pesisir dan pulau-pulau kecil akibat perampasan ruang laut seperti tambang pasir laut, reklamasi, ekspansi industri ekstraktif, dan krisis iklim. Bahkan, sejumlah aturan yang dikeluarkan pemerintah sama sekali tidak berpihak pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya perempuan”, Ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Hikmawati Sabar, Selaku Koordinator Pertemuan Perempuan Pesisir dan Pulau Kecil Nusantara, menjelaskan bahwa aksi serta deklarasi yang dilakukan hari ini ialah untuk menegaskan kepada pemerintah bahwa mereka seharusnya lebih memperhatikan masyarakat pesisir dan pulau kecil, khususnya perempuan.

“Berdasarkan kesaksian para perempuan dari berbagai daerah, kami menemukan ada pola yang sama yakni semakin terhimpitnya ruang kelola perempuan terhadap sumber daya alam baik di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tidak hanya itu, kami juga menemukan fakta bahwa dalam lima tahun terakhir tren kerusakan lingkungan akibat tambang pasir laut dan reklamasi semakin banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dampaknya, perempuan harus menerima beban ganda dari beragam persoalan ini”, Ucapnya.

Dipenghujung aksi dan deklarasi, para deklarator kemudian menandatangani dokumen deklarasi lalu membacakan tuntutan Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nusantara dengan menyatakan:

Pertama, Mendesak Pemerintah, termasuk Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, untuk mengevaluasi dan mencabut berbagai peraturan perundangan yang mengancam dan tidak melindungi masyarakat dan perempuan pesisir serta melindungi ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil. Di antara peraturan perundangan yang harus dievaluasi dan dicabut adalah UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU IKN, PP Penangkapan Ikan Terukur, dan PP Pengelolaan Sedimentasi di Laut.

Kedua, Mendesak Pemerintah, termasuk Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, untuk mengevaluasi dan mencabut beragam proyek pembangunan yang merampas ruang hidup masyarakat dan perempuan pesisir, terutama proyek pembangunan yang dipayungi oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil di Indonesia.

Ketiga, Mendesak Pemerintah, termasuk Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, untuk menjadikan agenda utama pengakuan dan perlindungan masyarakat dan perempuan pesisir serta keadilan iklim dalam perencanaan tata ruang laut, dan pada saat yang sama mengevaluasi tata ruang laut yang terdapat dalam RZWP3K dan RTRW Terintegrasi

Keempat, Mendesak Pemerintah dan DPR RI, termasuk Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, untuk segera memasukan RUU Keadilan Iklim sebagai agenda utama untuk disahkan, sekaligus mendukung upaya-upaya masyarakat untuk memulihkan ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil dari dampak krisis iklim yang semakin parah.

Kelima, Mendesak Pemerintah, termasuk Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, untuk memastikan perlindungan masyarakat dan perempuan, kedaulatan pangan di pesisir, laut, dan pulau kecil serta keadilan iklim masuk ke dalam RPJPN 2025-2045 serta RPJMN 2025-2029.

Keenam, Mendesak penetapan wilayah konservasi di pesisir, laut, dan pulau kecil yang berbasis pada kepentingan nelayan dan perempuan nelayan dengan menggunakan prinsip konsultasi bermakna serta Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Penetapan wilayah konservasi harus ditujukan untuk mengakui dan melindungi wilayah kelola masyarakat, bukan untuk meminggirkannya.

Ketujuh, Mendesak pemerintah untuk segera menjalankan dan menyusun skema perlindungan dan pemberdayaan nelayan sebagaimana diamanatkan oleh UU 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, dengan memastikan keterlibatan penuh pada masyarakat dan perempuan nelayan.

Kedelapan, Memastikan perlindungan bagi para pejuang lingkungan, khususnya nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil, serta perempuan nelayan, dari ancaman kriminalisasi karena selama ini telah terbukti menjaga pesisir, laut, dan pulau kecil.

Makassar, 29 Desember 2023

Deklarator Jejaring Perempuan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nusantara

1. Asmania, Perempuan Pulau Pari Jakarta
2. Aklima, Perempuan Pesisir Pasar Seluma Bengkulu
3. Nur Chayati, Perempuan Pesisir Semarang Jawa Tengah
4. Zakia, Perempuan Pulau Kodingareng
5. Asya, Pesisir Pantai Galesong
6. Rostia, Perempuan Pulau Kodingareng
7. Sukaeni, Perempuan Pesisir Pajukukang Bantaeng
8. Herlina, Perempuan Pesisir Pantai Galesong
9. Sita, Perempuan Pulau Kodingarenng
10. Wana, Perempuan Pesisir Kalukubodoa
11. Fajra, Pesisir Pantai Merpati Bulukumba
12. Devi, Perempuan Pesisir Pajukukang Bantaeng
13. Hasana, Perempuan Pesisir Pantai Merpati Bulukumba