Pernyataan Sikap dan Tuntutan
Aliansi Petani Lada Loeha Raya dan Perempuan Pejuang Loeha Raya Terkait Pertemuan PT Vale Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dan Polres Luwu Timur di Kantor Camat Towuti
Ranteangin, 22 April 2024

Sehubungan dengan adanya pertemuan antara PT Vale Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dan Polisi Resor Luwu Timur terkait pembahasan rencana pelaksanaan sosialisasi kegiatan eksplorasi PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, Desa Loeha dan Ranteangin, di Kantor Camat Towuti, maka dengan itu, kami Asosiasi Petani Lada Loeha Raya dan Perempuan Pejuang Loeha Raya menyatakan sikap bahwa masyarakat Loeha Raya, khususnya yang berada di Desa Loeha dan Ranteangin, saat ini menggantungkan hidup dari perkebunan merica di area Tanamalia. Selain itu ribuan masyarakat yang hidup di Desa Loeha Raya hingga saat ini masih memanfaatkan jasa lingkungan ekosistem hutan hujan di pegunungan Tanamalia. Sehingga kami masyarakat Loeha Raya, khususnya yang hidup di Desa Loeha dan Ranteangin menolak rencana eksplorasi tambang nikel PT Vale di Pegunungan Lumereo atau Tanamalia.

Kemudian, bila PT Vale Indonesia, tetap ingin mengadakan pertemuan dengan masyarakat, maka melalui pernyataan sikap ini, kami petani, buruh tani, pedagang, pengepul merica, distributor pupuk, anak muda dan perempuan di Desa Loeha, Ranteangin, Masiku, Tokalimbo, dan Bantilang menuntut kepada PT Vale Indonesia untuk melakukan hal berikut ini:

  1. Tidak melaksanakan sosialisasi rencana eksplorasi, akan tetapi Melaksanakan KONSULTASI PUBLIK, dimana kedudukan masyarakat dengan perusahaan setara dan perwakilan petani diberi ruang untuk menjelaskan pendapat, sikap, hingga keputusan masyarakat secara langsung. Pada dasarnya, PT Vale Indonesia sebagai perusahaan multi dan transnasional harus menjalankan konsultasi publik sebagaimana diatur dalam prinsip perlindungan sosial dan lingkungan IFC (International Finance Corporation).
  2. Melaksanakan KONSULTASI PUBLIK bersama petani dan perempuan secara terpisah di Desa Loeha dan Ranteangin. Alasannya, karena petani dan perempuan akan mengalami dampak yang berbeda. Sehingga PT Vale Indonesia mendengarkan secara langsung sikap dan pernyataan perempuan dan petani Loeha Raya.
  3. Melaksanakan KONSULTASI PUBLIK tanpa keterlibatan dan kehadiran anggota polisi maupun tentara, termasuk anggota Babinsa dan Babinkamtibmas. Hal ini agar seluruh masyarakat yang hadir dalam konsultasi publik merasa aman dan bebas untuk menyatakan pendapat tanpa rasa khawatir, dan takut dan bebas dari intimidasi. Terkait keamanan, Aliansi Petani Lada Loeha raya dan Perempuan yang akan menjamin keamanan disaat pertemuan berlangsung.
  4. Menjalankan prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent) dalam proses KONSULTASI PUBLIK. Pertama, PT Vale Indonesia harus membuka seluruh data dan informasi terkait rencana eksplorasi, termasuk seluruh izin, dampak-dampak negatif akibat eksplorasi, dan lain-lain.
  5. PT Vale Indonesia harus menghormati seluruh pernyataan dan sikap serta keputusan masyarakat yang disampaikan dalam KONSULTASI PUBLIK.

Demikian pernyataan dan tuntutan kami, atas nama seluruh petani lada dan perempuan Loeha Raya,

Yahya Mukhtar (Ketua Asosiasi Petani Lada Loeha Raya)
Hasma Kaso (Koordinator Perempuan Pejuang Loeha Raya)