Peraturan Presiden nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 September 2022 menjadi salah satu warisan yang bertujuan untuk mempercepat pensiunan dini pembangkit listrik batubara. Perpres 112/2022 mengatur mengenai penyusunan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL), penyusunan peta jalan (roadmap) percepatan pengakhiran masa operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pelaksanaan pembelian tenaga listrik, serta dukungan pemerintah dalam upaya percepatan pengembangan energi terbarukan.
Namun, perkembangan terkini tidak menjamin semuanya PLTU akan dibatalkan. Hadirnya poin pengecualian pada Pasal 3 ayat 4 huruf b dari Perpres 112/2022 memberikan skenario terburuk dari upaya transisi menuju NZE dan target menahan laju kenaikan 1,5°C. Ini melahirkan potensi pertumbuhan operasi unit PLTU captive baru sampai dengan tahun 2050 dan tidak menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dibandingkan dengan dampak buruk yang akan timbul. Di lain sisi, angka kemiskinan tetap meningkat di tengah ekspansi penggunaan PLTU Industri serta potensi kematian dini yang meningkat akibat polusi yang dihasilkan membuat derita berkepanjangan
kepada masyarakat.
Kini, jumlah PLTU captive di Indonesia meningkat signifikan utamanya di Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku, sebanyak 88 unit (17,6 GW) yang tahap operasi, konstruksi dan Pra-izin dengan rincian tahap operasi sebanyak 69 unit (11,8 GW), konstruksi 18 unit (5,4 GW) dan pra-izin 1 unit (0,4 GW). Keseluruhan proyek tersebut diperkiraan mecapai emisi CO2 tahunan sebesar 80 Mt CO2 dan akan terakumulasi sebesar 2 Gt CO2 antara tahun 2025 hingga 2050. Perkiraan ini adalah angka minimum dan kemungkinan akan meningkat jika tidak ada tindakan yang serius dari pemerintah.