Degradasi lingkungan hidup akibat kesalahan pengurusan dan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran telah terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan. Selain berkontribusi secara langsung terhadap kualitas lingkungan hidup, banyaknya aktivitas eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan investasi perusahaan yang memicu konflik pengelolaan sumber daya alam terus mewarnai dinamika pembangunan di Sulawesi Selatan.

Beberapa contoh buruknya penerbitan kegiatan bisnis ekstraktif skala besar di Sulawesi Selatan yang berpotensi mengancam ruang hidup masyarakat, diantaranya 11 izin tambang di Pegunungan Quarles Kabupaten Luwu Utara. Penerbitan izin tambang emas di Pegunungan Latimojong kepada PT Masmindo, penerbitan izin lokasi perkebunan monokultur sawit kepada PT Borneo Cemerlang Plantation di Kabupaten Enrekang, penerbitan izin pengerukan pasir laut kepada 7 perusahaan di Kabupaten Takalar, hingga yang masih menjadi polemik hingga saat ini adalah penerbitan izin pelaksanaan reklamasi proyek CPI kepada PT Yasmin Bumi Asri pada tahun 2013 silam.

 

Salah satu upaya yang terus dilakukan oleh WALHI Sulawesi Selatan dalam konteks penegakan hukum lingkungan adalah terus mendesak pemerintah agar berani menindak korporasi yang melakukan perusakan lingkungan, berani menindak korporasi yang melakukan perusakan lingkungan, berani mencabut izin perusahaan yang merusak wilayah kelola rakyat hingga mendukung terbentuknya pengadilan lingkungan hidup di Indonesia.

 

Untuk mendorong penegakan hukum lingkungan di Sulawesi Selatan, WALHI Sulawesi Selatan melakukan konsolidasi dengan ahli hukum, dalam hal ini dengan pengacara yang ada di Sulawesi Selatan, terutama yang pernah terlibat dalam gugatan lingkungan hidup, serta alumni organisasi bantuan hukum yang berafiliasi dengan WALHI Sulsel. Kegiatan konsolidasi pengacara lingkungan hidup dengan tema “Memperkuat Advokasi Melalui Penegakan Hukum Lingkungan di Sulawesi Selatan” bertempat di Hotel Continent Makassar (Selasa, 06 November 2018).

 

Dalam sambutannya, Direktur WALHI Sulawesi Selatan Muhammad Al Amien menyampaikan bahwa kegiatan konsolidasi ini digagas karena melihat tantangan penegakan hukum lingkungan yang semakin berat, di tengah situasi darurat ekologis dan sebagai upaya untuk semakin memperkuat jaringan serta gerakan advokasi lingkungan hidup di Sulawesi Selatan. “WALHI Sulawesi Selatan memandang perlu untuk segera melakukan konsolidasi dengan ahli hukum, dalam hal ini dengan pengacara yang ada di Sulawesi Selatan, terutama yang pernah terlibat dalam gugatan lingkungan hidup, serta alumni organisasi bantuan hukum yang berafiliasi dengan WALHI Sulsel. Konsolidasi ini diperlukan untuk memperkuat gerakan advokasi lingkungan hidup melihat semakin meningkatnya kasus-kasus kerusakan lingkungan hidup di Sulawesi Selatan,”.

 

Tercatat ada sekitar 15 pengacara lingkungan yang diundang oleh WALHI Sulawesi Selatan untuk membahas beberapa hal penting, seperti melihat kembali kasus-kasus kerusakan lingkungan di Sulawesi Selatan dan penegakan hukumnya untuk kemudian dibuatkan agenda bersama yang memperkuat advokasi WALHI Sulawesi Selatan dalam penegakan hukum lingkungan.

 

Nasrum, salah satu peserta konsolidasi mengungkapkan bahwa kasus kerusakan lingkungan hidup terjadi di daerah-daerah Sulawesi Selatan kebanyakan disebabkan karena adanya pelanggaran tata ruang dan perusahaan beraktivitas tetapi tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). “ Yang lagi trend adalah kerusakan pesisir dan tambang galian C. Hal menarik lainnya adalah Kasus Seko, tempat pembangunan PLTA seko tidak masuk RTRW dan kemudian kami melapor ke POLDA terkait pelanggaran tata ruang akan tetapi anggapan di penegak hukum, belum ada apa-apa karna perusahaan baru mengambil sampel. Ini soal perspektif penegak hukum terutama kepolisian dalam memahami konteks perizinan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan”.

Menurut Ratna, soal perspektif lingkungan masih menjadi salah satu masalah penegakan hukum karena dari pengalaman-pengalaman sebelumnya memang belum ada pelanggaran pidana lingkungan yang didorong oleh kepolisian selaku aparat penegak hukum. “Ini yang sering menjadi masalah dilapangan, karena soal pengetahuan aparat penegak hukum berbeda dengan kita sehingga tidak dilanjuti atau ditingkatkan kasusnya dan kedepan memang penting ada sinergitas yang terbangun dengan aparat dalam menindaklanjuti kasus-kasus perusakan lingkungan yang lebih banyak dilakukan oleh perusahaan,” .

 

Kegiatan konsolidasi pengacara lingkungan hidup pun akhirnya selesai setelah semua pengacara yang hadir bersepakat untuk mendorong dan membantu WALHI Sulawesi Selatan dalam kerja advokasi dan penegakan hukum lingkungan dengan menyusun agenda tindak lanjut bersama kedepannya