Danau Mahalona secara administratif terletak di Desa Tole, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur. Danau Mahalona yang luasnya sekitar 2.289 Hektar adalah satu dari tiga danau purba yang terletak di kawasan Pegunungan Verbeck, selain Danau Towuti dan Danau Matano. Sejak tahun 1979, ketiga danau tersebut dan hutan di sekitarnya ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan suaka alam dan kawasan konservasi taman wisata alam. Masyarakat Tole, sebutan bagi masyarakat yang bermukim di tepian Danau Mahalona sejak dulu telah menganggap Taman Wisata Danau Mahalona sebagai benteng terakhir sumber kehidupan yang begitu penting untuk tetap dijaga kelestariannya.

Saat ini, kondisi ekosistem Danau Mahalona terus mengalami degradasi akibat adanya aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Vale Indonesia. Dari hasil investigasi WALHI Sulawesi Selatan, limbah buangan dari PT. Vale Indonesia telah membuat laju sedimentasi semakin meningkat hingga membentuk daratan baru yang penuh lumpur halus di pinggiran Danau Mahalona. Transport sediment tersebut sampai ke Danau Mahalona melalui Sungai Timbalo dan Sungai Mata Buntu. Luas Danau Mahalona saat ini sekitar 2.289 hektar, menyusut 151 hektar jika dibandingkan dengan luasnya pada Surat KepMen Pertanian RI Nomor: 274/Kpts/Um/4/79 yang luasnya ditetapkan 2440 hektar .

Populasi Ikan Butini (Glosogobius Matanensis) yang merupakan ikan endemik di Danau Matano, Mahalona dan Towuti juga mengalami penurunan. Hal ini membuat masyarakat Desa Tole yang menangkap ikan di Danau Mahalona semakin berkurang. Selain Ikan Butini, Aktivitas PT. Vale Indonesia juga mengancam kelestarian fauna dan flora endemik lainnya, seperti kayu Tembeau, Anoa Quarlesi, Babi Rusa dan beberapa jenis lainnya.

Bukan hanya itu, lahan bercocok tanam masyarakat yang berada di sekitar sungai sering mengalami kerusakan, terutama ketika bendungan Petea dibuka, sehingga banyak dari masyarakat meninggalkan sawahnya.

Rezim kontrak karya PT Vale Indonesia menguasai konsensi lahan seluas 118.000 hektar, termasuk Pegunungan Sumbitta yang merupakan benteng terakhir masyarakat Tole yang harus diselamatkan dari penambangan. Jika Pegunungan Sumbitta juga ditambang, maka akan berpotensi merusak ekosistem hutan, menghilangkan keanekaragaman hayati, menurunkan kualitas dan kuantitas air, dan tentunya akan meningkatkan beban pencemaran pada lingkungan.

Dari beberapa hal yang telah diuraiakan di atas, kami WALHI Sulawesi Selatan menuntut:

  1. Hentikan pencemaran lingkungan Danau Mahalona yang dilakukan oleh PT. Vale Indonesia
  2. Cabut semua penghargaan lingkungan yang telah diterima oleh PT. Vale Indonesia
  3. Tinjau ulang kontrak karya PT. Vale Indonesia
  4. Selamatkan dan pulihkan Danau Mahalona
  5. Selamatkan Pegunungan Verbeck