Forum Masyarakat Pesisir dan Nelayan Galesong Raya (Formasi Negara) bersama WALHI Sulsel mengadakan diskusi terfokus. Diskusi tersebut digelar di Sekertariat Formasi Negara di Desa Aeng Batu-Batu, Minggu (9/12/2018).
Diskusi yang dihadiri 31 nelayan dari 14 desa se-Galesong Raya membahas soal upaya dan strategi advokasi pesisir yang hingga kini masih terancam tambang pasir laut dan reklamasi.
“Kami sengaja mengundang WALHI Sulsel dan perwakilan nelayan dari 14 desa pesisir se-Galesong untuk melihat apa saja keberhasilan advokasi kita saat ini. selain itu, kita juga merancang Advokasi pesisir kedepannya”, jelas Amiruddin Daeng Sitaba, Ketua Formasi Negara.
Sementara menurut Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, pertemuan ini merupakan konsolidasi nelayan, agar kekuatan masyarakat pesisir terkhusus nelayan tetap solid dan kuat.
“Sejauh ini, capaian-capaian yang kita harapkan dari upaya advokasi yang kita lakukan sudah sesuai harapan, namun tentu masih banyak yang harus dibenahi. Jadi kita susun strategi berikutnya agar hasil akhirnya baik bagi masyarakat pesisir dan nelayan”, tutur Al Amin.
Lanjut dari pada itu, Al Amin menerangkan bahwa sejak bulan Juli melakukan studi dan riset, WALHI telah menemukan gambaran objektif kerusakan lingkungan pesisir yang disebabkan oleh tambang pasir laut dan reklamasi.
“WALHI Sulsel juga menemukan aktor yang paling berkontribusi terhadap kerusakan pesisir, wilayah tangkap nelayan di Galesong”, tambah Al Amin.
Kedepan, lanjut Al Amin, strategi advokasi kita harus dinaikan ke level yang lebih tinggi, dengan tetap melakukan penguatan di level masyarakat.
Dari pantauan penulis, diskusi terfokus antara nelayan dan WALHI Sulsel berlangsung mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Kegiatan ini juga dipandu oleh mantan Direktur WALHI Sulsel, Asmar. (Pb)