Citra Landscape September 2018

Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhammad Al Amin, mengatakan solusi mengatasi banjir di kabupaten Gowa dan kota Makassar yang ditawarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dengan membangun bendungan baru, keliru.

“Pembangunan bendungan Jene’lata untuk mengatasi banjir di kabupaten Gowa dan kota Makassar adalah solusi yang keliru,” tegas Amin, Selasa (29/1/2019).

Ia mengatakan solusi yang ditawarkan oleh JK tidak menyentuh akar persoalan utama dari bencana banjir dan longsor beberapa waktu lalu.

“Ya, karena bukan itu persoalan utamanya. Kami menilai bendungan baru tidak menjamin tidak akan terjadi banjir di kemudian hari, karena tidak mengatasi akar persoalannya,” terangnya.

Sebagai perbandingan, Amin mengatakan, bendungan Bili-bili yang pada awal pembangunannya diharapkan berfungsi sebagai pengendali banjir, terbukti tidak berfungsi maksimal dengan berbagai faktor lain yang mempengaruhinya.

“Bendungan Bili-bili yang dulunya dibangun sebagai fungsi pengendali banjir justru hari ini dibuka dan mengakibatkan banjir dan menelan 60 korban jiwa. Artinya bendungan Bili-bili sendiri tidak mampu menampung air pada musim hujan dan mengatasi kekurangan air pada musim kemarau,” kata Amin.

Lebih lanjut, Ia mengungkapkan, persoalan utama terjadinya banjir dan longsor di kabupaten Gowa dikarenakan terjadinya degradasi lingkungan di bentang alam pegunungan Karaeng Lompo.

Hasil investigasi awal dari kajian spasial WALHI Sulawesi Selatan pasca banjir memperlihatkan bahwa kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Jene’berang sudah sangat kritis, sehingga tidak lagi berfungsi sebagai castmen area.

“Bukan bendungan yang harus dibangun sebagai solusi jangka pendek mengatasi banjir, tetapi yang harus segera dilakukan oleh pemerintah adalah penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melanggar tata ruang, membangun tanpa IMB dan lain-lain, baik individu maupun badan usaha,” kata Amin.

Amin juga mengingatkan pentingnya membangun sinergitas antar lembaga pemerintah untuk melakukan pemulihan lingkungan, utamanya di daerah hulu dan DAS Jene’berang.

“Justru ketika Bendungan Jene’tala dengan luas 2.400 hektar itu dibangun, maka akan menghilangkan ruang hidup masyarakat, karena masyarakat akan kehilangan tempat tinggal dan wilayah kelolanya. Terkhusus di beberapa desa seperti di Desa Moncongloe, Bilalang, Tanakaraeng, Pattalikang, dan Manuju”, tutup Amin.