Masyarakat Sipil Indonesia Menilai kurangnya kehendak serta kemauan ITDC untuk menyelesaikan sengketa tanah yang berdampak pada penduduk Asli dan menolak keterlibatan secara terus menerus aparat keamanan negara dalam Pembangunan Kota Mandalika beserta dengan proyek pariwisata yang dibiayai AIIB
Tertanggal 6 Desember 2022, Gubernur Nusa Tenggara Barat menggelar ‘rapat konsultasi’ palsu terkait proyek Mandalika. Berdasarkan surat undangan resmi yang tidak dibuka untuk publik, tujuan pertemuan itu untuk menyelesaikan sengketa tanah yang sedang berlangsung dengan meninjau klaim tanah yang dilakukan oleh masyarakat dan membandingkannya dengan audit tanah yang dilakukan oleh ITDC. Namun, sebagian besar peserta yang diundang berasal dari pemerintah Indonesia atau aparat keamanan negara.
Hal ini tentu saja sangat bermasalah dikarenakan ITDC telah menggunakan ancaman kekerasan untuk memaksa para keluarga serta komunitas Adat meninggalkan rumah dan tanah leluhur mereka sejak tahun 2018. Aparat keamanan negara – baik militer maupun polisi – terus terlibat dalam taktik intimidasi, baru-baru ini telah terjadi penangkapan untuk membungkam komunitas yang terkena dampak proyek Mandalika, serta aktor masyarakat sipil yang telah mendukung mereka dalam menegaskan serta memperjuangkan hak asasi dan tanah mereka.
Sehubungan dengan pertemuan tersebut, tidak dapat diterima jika 40% dari kelompok peserta diundang secara resmi ke pertemuan konsultasi mengenai proyek Mandalika berasal dari pasukan keamanan Indonesia, termasuk polisi daerah dan lokal, militer daerah, angkatan laut, angkatan udara, dan keamanan negara.
Dari 20 entitas yang diundang secara resmi, hanya satu – pengacara komunitas – yang dapat dianggap sebagai perwakilan komunitas yang terkena dampak. Sebuah pertemuan di mana 95% dari entitas yang diundang mewakili lembaga negara – termasuk ITDC, entitas parastatal – tidak dapat mendorong partisipasi yang bermakna dari masyarakat yang terkena dampak atau berkontribusi pada penyelesaian masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat adat di Mandalika sebagai akibat dari proyek pariwisata yang didanai AIIB
Meski tidak menerima undangan resmi, sekelompok perwakilan masyarakat hadir dalam pertemuan tersebut, termasuk tim pengacara keluarga korban yang menangani sengketa tanah, kepala desa setempat, dan beberapa orang dari masyarakat yang terkena dampak.
Sepanjang pertemuan, sebagian besar waktu berbicara diberikan kepada ITDC. Alih-alih memberikan salinan audit tanah yang digunakan untuk menyetujui proyek Mandalika atau data nyata apa pun tentang sengketa tanah, seperti bukti pelepasan hak atas tanah atau bukti pembayaran, ITDC hanya berkali-kali menegaskan bahwa tanah di Mandalika selesai dan tuntas.
Perwakilan ITDC menyatakan bahwa mereka merasa ITDC tidak berkewajiban untuk membuka data apapun karena data mengenai tanah di Mandalika bersifat rahasia, karena merupakan milik negara Indonesia. Kurangnya transparansi dari pihak ITDC ini benar-benar tidak dapat diterima, dan beban pembuktian mengenai sengketa tanah yang mempengaruhi kehidupan masyarakat adat yang dicabut haknya tidak dapat dialihkan kepada anggota masyarakat itu sendiri. Mengingat laporan penggusuran paksa rumah tangga penduduk asli yang didukung oleh Prosedur Khusus PBB dan kurangnya kemauan untuk menyelesaikan sengketa tanah yang mempengaruhi keluarga rentan, penting bagi ITDC dan AIIB untuk mengungkapkan audit tanah yang menjadi dasar persetujuan proyek Mandalika.
Sebagai penyandang dana proyek Mandalika yang berdiri sendiri, AIIB memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kliennya menghormati tanah dan hak asasi manusia penduduk asli di Mandalika dan untuk menjamin bahwa tidak akan ada intimidasi atau tindakan represif selama pelaksanaan proyek. ITDC harus menghormati kebijakan lingkungan dan sosial AIIB dan mengakhiri keterlibatan penuh aparat keamanan dalam proses pembebasan lahan di Mandalika.
Seain itu, ITDC juga harus menyelesaikan sengketa tanah yang sedang berlangsung dengan menawarkan pertukaran tanah dengan tanah, dan kompensasi yang layak kepada para korban, tidak hanya untuk tanah dan properti yang hilang, tetapi juga hilangnya pendapatan dari tanaman dan sumber daya alam di atasnya. Mempertimbangkan bahwa satu pernyataan dari kepala desa setempat disalahgunakan oleh ITDC untuk mewakili persetujuan lebih dari seribu anggota masyarakat, sangat penting untuk mengadakan konsultasi yang bermakna dengan semua penduduk asli yang terkena dampak di Mandalika – tanpa partisipasi pemerintah atau aparat keamanan. Anggota masyarakat harus dapat memberikan masukan tentang agenda dan desain pertemuan konsultasi.
Sebelum anggota masyarakat dan organisasi masyarakat sipil dapat berpartisipasi penuh dalam setiap pertemuan konsultasi, militer dan polisi harus dikeluarkan dari Satgas Percepatan Penyelesaian Sengketa Tanah, karena mereka memiliki rekam jejak untuk mengintimidasi penduduk lokal dan Masyarakat adat di Mandalika agar menyerahkan tanah mereka.
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia meminta agar para pemegang saham AIIB untuk menekan dan mendesak pihak bank agar mengambil upaya serius untuk memastikan bahwa kejadian intimidasi, represifitas, dan manipulasi terhadap masyarakat yang terkena dampak proyek dilaporkan, diselidiki, dan ditangani dengan transparansi, kepekaan dan akuntabilitas. Sangat penting bagi AIIB untuk menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pengembangan Personil Keamanan untuk proyek Mandalika, sehingga organisasi masyarakat sipil dan masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan masukan dan melaporkan ketidakpatuhan aparat keamanan kepada pihak bank. AIIB juga harus berkomitmen untuk melakukan evaluasi independen oleh pakar hak asasi manusia yang dipilih melalui konsultasi dengan dan disetujui oleh LSM dan orang-orang yang terkena dampak proyek. Uang pembayaran pajak tidak boleh digunakan untuk mengintimidasi dan memiskinkan lebih lanjut masyarakat adat di negara berkembang.
Atas nama Masyarakat Terdampak dan Aliansi Solidaritas Masyarakat Mandalika (Asli Mandalika), dengan solidaritas masyarakat sipil NTB dan Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur (KPPI) Indonesia:
- ASLI Mandalika
- AGRA
- WALHI Nusa Tenggara Barat
- WALHI Sulawesi Selatan
- WALHI Jawa Barat
- Satya Bumi
- Pusakata
- INDIES
- Indonesia For Global Justice
- LBH Mataram
- LSBH NTB
- Just Finance International