Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di sepuluh Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan saat ini merupakan potret buruk pengelolaan sumber daya alam dan tata kelola ruang di Sulawesi Selatan. Ribuan warga menjadi korban dalam bencana ekologis ini, tersebar di Kota  Makassar, Kabupaten Soppeng, Jeneponto, Barru, Wajo, Maros, Bantaeng, Sidrap, dan Pangkep.

Pemicu bencana ini awalnya memang faktor hidrometereologi, dimana terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan angin kencang di wilayah Sulawesi Selatan. Namun, jika kondisi lingkungan baik-baik saja dan pemanfaatan ruang di atur dengan benar dan ditaati oleh semua pihak, maka tentu tidak akan terjadi bencana separah ini. Di DAS Jeneberang misalnya, menurut catatan WALHI Sulsel ada tujuh aktivitas tambang liar yang beroperasi. Aktivitas ini tentu membuat laju sedimentasi meningkat sehingga membuat pendangkalan pada sungai. Pemerintah dan penegak hukum sepertinya membiarkan aktivitas illegal tersebut terus terpelihara sampai saat ini.

Ini adalah momentum bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk meriview dan menindak semua kegiatan di hulu-hilir yang berkontribusi dalam menyebabkan bencana ekologis ini. Bukan hanya itu, kegiatan di pesisir terutama reklamasi juga penting untuk diriview, karena bagaimanapun juga pesisir merupakan tempat akhir air mengalir sehingga tidak boleh ada kegiatan reklamasi yang dapat menghambat aliran air ke laut. Pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas untuk keselamatan banyak orang.

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga harus melakukan revisi peraturan terkait pemanfaatan ruang (RTRW, RDTR, RTBL). Pengaturan tata ruang dan wilayah harus diintegrasikan dengan peta rawan bencana milik BPBD. Hal ini sangat penting sebagai acuan dalam pengaturan pemanfaatan ruang, perizinan, dan tentu memiliki peran besar dalam meminimalkan risiko bencana.

Hal penting lainnya adalah keterbukaan informasi publik. Saat ini, kita sangat sulit mengakses peta-peta terkait daerah rawan bencana terbaru, peta perda RTRW, RDTR, RBTL, dan peta lokasi izin usaha baik pertambangan maupun pemanfaatan hutan. Padahal, jika informasi seperti ini dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat lewat website pemerintah, maka semua pihak dapat melakukan pengawasan sehingga apabila ada kejanggalan di lapangan dapat dilaporkan. Pada akhirnya, ini akan membantu semua pihak dalam mewujudkan lingkungan yang baik dan tentu dapat meminimalkan risiko bencana agar bencana ekologis yang terjadi saat ini tidak terulang kembali di kemudian hari.

Akram Sulaiman
Koordinator Unit Desk Disaster WALHI Sulawesi Selatan