Makassar – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menggelar diskusi terbatas terkait proyek pembangunan infrastruktur berbasis utang yang ada di Sulawesi Selatan.

Diskusi tersebut fokus membedah masalah-masalah serta potensi masalah yang disebabkan oleh rencana pembangunan bendungan pamukkulu, di desa Kale Ko’mara, Kabupaten Takalar.

Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin menegaskan bahwa praktek pembangunan harus mengedepankan model pembangunan yang partisipatif.

“Masyarakat tidak hanya diposisikan sebagai objek dalam setiap konsultasi publik, melainkan subjek. Dengan begitu, masyarakat yang menentukan arah pembangunan sesuai dengan kebutuhannya,” kata Amin, Rabu (27/2/2019) di Hotel Remcy, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Investigasi Walhi Sulsel setidaknya menemukan sejumlah indikasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses pembangunan bendungan Pamukkulu.

“Hasil monitoring selama dua bulan kami menemukan sejumlah pelanggaran dan masalah, terutama terkait soal HAM,” kata Amin.

Pertama, kata Amin, rencana proyek bendungan tersebut tidak diawali konsultasi publik yg bermakna. Kedua, tidak adanya akses informasi terkait rencana pembangunan bendungan.

Selain itu, Walhi Sulsel juga menemukan ada biaya pembebasan lahan yg tidak manusiawi, dan tanpa melalui musyawarah yg berarti.

“Ini tentu saja berimplikasi pada pemiskinan masyarakat lokal terutama bagi perempuan,” kata Amin

Sementara itu, Andi Muttakin (ELSAM) dalam sambutannya mengatakan dirinya sangat serius memantau dan mengadvokasi masyarakat yang terdampak pembangunan bendungan.

Andi mengatakan ada banyak proyek di Indonesia terkhusus sektor bendungan yang cenderung memiskinkan masyarakat dan abai terhadap hak-hak budaya sosial ekonomi masyarakat lokal.

Ia juga menerangkan bahwa proyek tersebut dari pemantauan yang dilakukan, sumber dananya berasal dari utang luar negeri, yakni dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang berasal dari Beijing Cina (Tiongkok) dan Asian Development Bank (ADB) yang berpusat di Jepang.

“Dari temuan itu, tentu elsam sangat berkepentingan memastikan agar proyek infrastruktur yang didanai itu tidak melanggar HAM apalagi merusak lingkungan,” kata Andi.

Dari diskusi ini, para peserta yang terdiri dari perwakilan masyarakat terdampak dan perwakilan NGO merancang upaya strategis untuk mengadvokasi masyarakat agar tidak dimiskinkan dan dilanggar haknya.