
MAKASSAR – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, menyebutkan Indonesia kerap melanggar kebijakan bank pembangunan multilateral. Musababnya dalam peminjaman uang, Indonesia tidak memenuhi prinsip-prinsip soal lingkungan dan sosial, bahkan kadang melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Proses ganti rugi lahan ke masyarakat tak pernah dijelaskan rincian harganya,” ucap Andi Muttaqien, Deputi Direktur ELSAM Jakarta, di Makassar Kamis (28/2/2019).
Ia mencontohkan proyek yang melanggar yakni pembangunan Bendungan Pamukkulu Kecamatan Polobangkeng Utara, Kabupate Takalar, Sulawesi Selatan. Salah satu proyek ini hasil peminjaman Indonesia melalui Kemeterian Pekerjaan Umum ke Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang berpusat di Beijing Cina. “Dampak lingkungan enggak pernah pemerintah tinjau lebih detail,” tuturnya.
“Bank Cina tetap ada kerangka kebijakan soal lingkungan, tapi Indonesia tak menjalankannya,” tambahnya.

Deputi Direktur ELSAM Andi Muttaqien berbicara kepada wartawan
Oleh karena itu, Andi mendesak prinsip-prinsip ini harus dipenuhi Indonesia. Bahkan Ia berencana mengadukan ke AIIB negara peminjam yang melakukan pelanggaran saat meeting di Jerman pada Mei mendatang. “Kita akan melaporkan ke AIIB karena Indonesia melanggar. Harga ganti rugi lahan 3.500 meter persegi tidak manusiawi,” ujar lembaga studi yang fokus HAM. Diketahui Indonesia melakukan peminjaman ke AIIB untuk pembangunan beberapa proyek termasuk Bendungan Pamukkulu Takalar.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amien mengungkapkan Presiden Joko Widodo telah mengatakan utang untuk pembangunan Indonesia harus berdampak baik ke masyarakat. Akan tetapi itu tak dipenuhi lantaran pemerintah masih saja melanggar sehingga tiga dusun di Kecamatan Polobangkeng Utara terkena dampak.
“Kami akan minta ke AIIB untuk menghentikan peminjaman uang sampai ada kepastian perlindungan sosial dan lingkungan,” tutur dia.

Ia mengatakan pembangunan bendungan ini salah satu proyek strategi nasional. Karena itu koalisi pemantau infrastruktur terus melakukan pemantauan perlindungan sosial dan HAM. Bahkan ia menemukan dalam perencanaan ini tak dilakukan konsultasi publik dan memberikan informasi sebenarnya. “Kami juga menemukan ternyata dalam proses pembebasan lahan ada keterlibatan militer dan polisi,” kata dia.
Pembebasan lahan untuk proyek terbesar ketiga di Sulsel ini dianggap sangat tidak manusiawi. Pasalnya pemerintah hanya membayar 3.500 meter persegi. Nilai ini Walhi menilai bisa memiskinkan masyarakat. Karena lahan di sana produktif, penghasilannya dari jagung pendapatannya Rp 21 juta sekali panen.
“Ganti rugi sangat kecil, angka itu melanggar HAM. Idealnya tahun 2016 itu 50 ribu per meter,” tutur Al Amien sembari menyebutkan dana untuk proyek Bendungan Pamukkulu Rp 980 miliar. Di antaranya untuk ganti rugi lahan seluas 680 hektare.