Senin, 24 Juli 2023, kami masyarakat Loeha Raya, petani, perempuan, pedagang, anak muda menyatakan menolak aktivitas eksplorasi dan perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, Desa Loeha dan Ranteangin, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur. Pernyataan ini kami sampaikan untuk memberitahu Presiden Jokowi, Gubernur Sulsel, Bupati Luwu Timur hingga kepala desa se-Kecamatan Towuti bahwa masyarakat Desa Loeha, Desa Ranteangin, Desa Masiku, Desa Mahalona, Desa Bantilang dan Desa Tokalimbo tidak ingin hidup miskin dan menderita akibat perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia. Selain itu, melalui pernyataan ini, kami menuntut agar Presiden Joko Widodo menghapus konses PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia.
Penolakan ini murni kehendak masyarakat, tanpa ada pengaruh dari manapun. Penolakan petani, buruh tani, pedagang, anak muda, perempuan ini didasarkan pada kekhawatiran yang mendalam atas dampak yang terjadi akibat perluasan tambang PT Vale Indonesia di Blok Tanamali, khususnya terhadap kebun-kebun merica petani di dalam blok Tanamalia. Sementara, sejak 20 tahun yang lalu, masyarakat di Loeha dan Mahalona Raya telah menggantungkan hidup dan sejahtera dari hasil kebun merica.
Selain itu, petani Loeha Raya selama ini telah hidup dengan tenang dan sejahtera. Petani merica merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat saat ini. Perkebunan merica di Tanamalia juga telah memberikan kehidupan yang sangat baik seperti sekarang ini. Maka, perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, kami yakini akan membuat kehidupan masyarakat terancam miskin dan kembali menderita.
Begitu halnya dengan kehidupan buruh tani yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Saat ini, terdapat 300 orang yang bekerja sebagai buruh tani di kebun merica milik petani. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Ambon, Kupang dan lain-lain untuk memperbaiki ekonomi keluarga mereka. Sehingga perluasan tambang PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia juga akan menghilangkan lapangan kerja orang-orang tersebut dan membuat mereka kembali hidup sengsara.
Terakhir, menurut kami, aktivitas eksplorasi dan rencana perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia juga mengancam kelestarian ekosistem hutan hujan dan Danau Towuti. Saat ini saja, kegiatan eksplorasi tambang nikel PT Vale Indonesia telah merusak ekosistem hutan hujan Blok Tanamalia. Sehingga kami sangat meyakini bahwa pertambangan nikeldi Blok Tanamalia yang akan dilakukan oleh PT Vale Indonesia nantinya akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup di Tanamalia, khususnya bagi ekosistem hutan hujan dan Danau Towuti yang merupakan area konservasi serta sumber penghidupan bagi nelayan di Loeha Raya dan flora-fauna endemic Sulawesi.
Adapun dasar hukum masyarakat Loeha Raya menolak aktivitas tambang PT Vale Indonesia sebagai berikut:
- Pasal 19 Kovenan Sipol memberikan hak setiap orang untuk memiliki pendapat bebas dan menyampaikan informasi dan gagasan secara lisan, tulisan, cetak, dimuka umum atau melalui media.
- Pasal 70 UU 32 tahun 2009 tentang PPLH menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
- Peraturan PBB mengenai panduan FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) adalah prinsip yang menekankan hak masyarakat adat dan komunitas yang terdampak untuk memberikan persetujuan bebas, sebelumnya, dan pemberian informasi kepada masyarakat sebelum keputusan bisnis yang berpotensi mempengaruhi mereka putuskan.
- Konvensi ILO No. 169 tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi dan Konvensi Aarhus tentang Akses Informasi, memberikan hak masyarakat untuk Partisipas dalam pengambailan Keputusan Lingkungan dan Akses Keadilan.
- pasal 14 UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, konsultasi publik diwajibkan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan terkait rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa hak masyarakat Loeha Raya sebagai rakyat indonesia atas tanah diakui dan dilindungi oleh negara.
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria juga mengatur tentang hak rakyat atas tanah. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa hak atas tanah terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak pakai, dan hak sewa. Hak-hak tersebut dapat dimiliki oleh rakyat, baik secara individu maupun kolektif.
- Pasal 1 ayat (2) Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas hak milik pribadi, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa hak rakyat atas tanah diakui dan dilindungi oleh hukum internasional.
- UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk memberikan akses dan manfaat yang setara antara lelaki dan perempuan di pedesaan, yaitu: Pasal I4 (1) Negara-negara Pihak wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi perempuan pedesaan, dan peran penting yang dimainkan perempuan pedesaan untuk mempertahankan kehidupan keluarganya. Termasuk pekerjaan mereka di luar sektor moneter dalam ekonomi dan wajib untuk melakukan upaya-upaya yang tepat untuk memastikan penerapan ketentuan konvensi ini pada perempuan pedesaan. (2) Negara-negara Pihak wajib untuk melakukan upaya-upaya yang tepat untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan di pedesaan dalam rangka memberi kepastian berdasarkan persamaan antara laki-laki dan perempuan, bahwa mereka turut berpartisipasi dan mendapat keuntungan dari pembangunan desa dan terutama harus memberi kepastian bagi perempuan tersebut hak: a. untuk ikut serta dalam memperluas dan melaksanakan rencana pembangunan pada semua tingkatan.
Oleh karena itu, aspirasi perempuan harus dipertimbangkan secara setara dalam proses sosialisasi sebelum pertambangan dilakukan, yaitu pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proyek dengan memperhatikan dan memenuhi kebutuhan khusus perempuan. Karena perempuan merupakan kelompok paling rentan terhadap dampak pertambangan. Baik dari segi lingkungan, sosial, ekonomi dan bahkan psikis.
Dengan demikian, sekali lagi, kami masyarakat Loeha-Mahalona Raya, Kabupaten Luwu Timur menyatakan secara tegas menolak perluasan tambang PT Vale di Blok Tanamalia. Melalui pernyataan sikap ini, kami meminta kepada Presiden Joko Widodo, Pemerintah Brazil, Pemerintah Jepang dan menuntut kepada PT Vale Indonesia (CEO PT Vale Indonesia dan Pemegang Saham PT Vale Indonesia: Vale Canada, Ltd, Sumitomo Metal Mining, Pemerintah Norwegia):
- Menghentikan aktivitas eksplorasi PT Vale Indonesia (PT SSU dan PT PJU) di Tanamalia, Desa Loeha dan Desa Ranteangin
- Mengahapus konsesi PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, Desa Loeha dan Desa Ranteangin
- Menghapus seluruh IUP Tambang Nikel di Kecamatan Towuti, Khususnya di Desa Bantilang dan Masiku.
- Mendesak perusahaan pemegang sahan PT Vale Indonesia (Vale Canada, Ltd, Sumitomo Metal Mining) untuk menghormati dan merealisasikan tuntutan petani dan perempuan di sekitar Tanamalia (Desa Loeha, Desa Ranteangin dan Desa Mahalona) sebagai bentuk kewajiban ekstra toritoral Pemerintah Brazil dan Jepang di Indonesia.
Demikian pernyataan sikap ini, untuk disebarluaskan ke seluruh pihak, termasuk masyarakat internasional, pemerintah Indonesia dan PT Vale Indonesia beserta pemegang saham PT Vale Indonesia.
Asosiasi Petani Merica Loeha-Mahalona Raya
-Ali Kamri, Petani Merica Desa Ranteangin
-Aswan, Petani Merica Rante Angin
-Ahdi, Petani Merica Loeha
-Yahya, Pemuda Desa Ranteangin
-Rustam, Pemuda Desa Rante Angin
-Muliani, Perempuan Pejuang Loeha Raya
-Kirana, Perempuan Pejuang Loeha Raya
-Hajriani, Perempuan Pejuang Loeha Raya