Oleh : Khansa Hanun Afifah
Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia kaya dengan sumber daya alam baik biotik maupun abiotik yang menjadi sektor andalan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sebagai negara kepulauan yang kaya dengan varietas makhluk hidup sehingga dijuluki negara megabiodiversitas, Indonesia memiliki hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia. Kekayaan alam yang besar ini menguatkan argumen bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Posisi geografis Indonesia yang berada tepat dilewati garis khatulistiwa menyebabkan munculnya fakta menarik seperti curah hujan tinggi, adanya sinar matahari sepanjang tahun, dan suhu kelembaban udara tinggi.
Kelestarian potensi sumber daya alam dipastikan tidak akan bertahan lama apabila upaya pemanfaatan kekayaan tersebut tidak didasari dengan moral dan ilmu pengetahuan yang memadahi. Pengelolaan teknis yang tidak tepat terhadap sumber daya alam dan ulah tangan-tangan jahil manusia yang tidak terkendali tentu akan menyebabkan lingkungan rusak sehingga mengakibatkan bencana-bencana lain yang merugikan. Salah satunya adalah bencana hidrometeorologi.
Mengenal Bencana Hidrometeorologi
Bencana hidrometeorologi merupakan bencana alam sebagai
akibat dari faktor-faktor hidro dan meteorologi, yaitu curah hujan, kelembaban,
angin, dan temperature. Bencana alam yang terjadi oleh faktor tersebut meliputi banjir,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, badai,
El Nino, El Nina, angin puting beliung, angin
fohn, gelombang dingin, dan gelombang panas. Pemicu munculnya bencana ini
adalah pengaruh alam dan aktivitas manusia. Aktivitas yang dilakukan oleh
manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan semakin memperparah daya
dukung dan kualitas lingkungan terhadap perubahan alam yang berlangsung.
Banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan menjadi fokus perhatian dalam memecahkan permasalahan bencana alam di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa kejadian demi kejadian tersebut tidak pernah alpa masuk ke dalam daftar bencana tahunan yang menimpa berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan data BNPB dilansir dari laman Konservasi DAS Fakultas Kehutanan UGM (2017) menunjukkan bahwa frekuensi dan intensitas bencana di Indonesia terus meningkat selama 15 tahun terakhir berdasarkan pengamatan antara tahun 2002-2016.
Pada tahun 2016 jumlah kejadian bencana hidrometeorologi mengalami peningkatan signifikan,yaitu mencapai 16 kali lebih tinggi dari jumlah kejadian bencana di tahun 2002. Banjir merupakan bencana yang paling mendominasi dengan tingkat frekuensi yang lebih tinggi dibanding jenis bencana hidrometeorologi lain. Tentu hal ini akan menimbulkan kerugian masif dari berbagai subjek dan sektor.
Pada umumnya, penyebab
banjir, tanah longsor,
dan kekeringan adalah tingginya curah hujan dan
kuantitas tebal hujan yang terjadi. Hal ini diperparah dengan aktivitas fisik
manusia seperti penggundulan hutan, buruknya infrastuktur dan drainase sungai, illegal logging, penggundulan hutan, dan
pembakaran hutan. Keadaan ekologi lingkungan rusak juga disebabkan oleh
konversi lahan, seperti pembukaan area hutan untuk perkebunan, pertambangan,
pembangunan infrastruktur secara masif tanpa memperhitungkan ketersediaan ruang
terbuka hijau, konversi hutan lindung menjadi hutan produksi, dan minimnya
fungsi lahan sebagai perlindungan
tanah dan air. Apabila ekosistem berada pada kondisi tidak stabil untuk menghadapi curah hujan yang ekstrim, maka bencana hidrometeorologi dapat terjadi. Tentu faktor tersebut dapat diminimalisir dengan pengelolaan kawasan DAS hulu-hilir yang tepat. Salah satu kunci utama mengatasi permasalahan hidrometeorologi adalah melalui upaya konservasi tanah dan air.
Pentingnya Perlindungan Kawasan DAS Hulu-Hilir untuk Meminimalisir Bencana
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem terintegrasi terdiri atas unsur organisme, lingkungan fisik, dan biokimia dibatasi oleh pemisah topografi secara dinamis yang berinteraksi dan berusaha mencapai keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Sungai merupakan suatu bagian di permukaan bumi yang lebih rendah dari pada keadaan alam di sekitarnya yang berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara. Pengelolaan dan perlindungan DAS tepat dilakukan dalam menjaga sumber daya alam yang tersedia dengan tujuan produktivitas tanaman pertanian dan kehutanan yang optimum dan lestari. Seminimal mungkin diupayakan agar tidak menimbulkan kerusakan sehingga distribusi aliran air di permukaan merata setiap tahun.
Klasifikasi ekosistem DAS terbagi menjadi tiga bagian yaitu
hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi,
dikelola dengan tujuan agar kawasan DAS tidak terdegradasi yang dapat
diindikasikan dari pengaruh jenis tutupan lahan di bagian hulu DAS. Kemampuan
daya simpan air dari limpasan air hujan berpengaruh terhadap kualitas DAS di
bagian selanjutnya. Daerah tengah didasarkan pada pemanfaatan air sungai oleh
masyarakat seperti sarana pengairan dengan pemanfaatan sungai, waduk, dan
danau. Sedangkan daerah hilir masih difokuskan dalam pemanfaatan bagi
masyarakat terkait dengan kualitas dan kuantitas air untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari serta pengelolaan limbah oleh manusia. Prinsip tata
kelola sumber daya alam
berupa perlindungan dan tata air di kawasan DAS terfokus pada wilayah hulu- hilir yang memiliki keterikatan secara biofisik melalui daur hidrologi.
Pada kenyataannya, kondisi DAS di Indonesia semakin mengkhawatirkan karena sebagian ekosistem DAS masuk ke dalam kategori kritis. Dilansir dari berita yang dipublikasikan oleh Humas Sekretaris Kabinet Republik Indonesia pada 28 November 2018 silam, Kominfo mengungkapkan bahwa tiap tahun bencana hodrometerorologi terus meningkat, kondisi ini menandakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia sudah banyak yang kritis, jumlah setiap tahunnya juga meningkat Selain itu, Siti Nurbaya memperjelas dengan pemaparan data dari Kementerian LHK (2018) bahwa dari total 17.000 DAS yang ada di Indonesia sebanyak 2.145 di antaranya harus dipulihkan, di antaranya termasuk 108 DAS dalam posisi kritis dan berdampak buruk bagi masa mendatang. Hal ini menyebabkan jumlah orang yang beresiko berdampak bencana hidrometerorologi akan meningkat dari 1,2 miliar saat ini ke 1,6 miliar pada tahun 2050.
Pengelolaan Konservasi Tanah dan Air sebagai Upaya Preventif Meminimalisir Terjadinya Bencana Hidrometeorologi
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain, berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2010).
Pendekatan konservasi tanah dan air penting dilakukan untuk
mempertahankan stabilitas kawasan
DAS agar tetap
berfungsi dalam menjaga siklus hidrologi. Strategi konservasi
tanah melalui pendekatan dalam memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar tahan
terhadap penghancuran dan pengangkutan, mengatur aliran permukaan, serta
stategi penutupan tanah yang tepat dengan vegetasi
atau sisa-sisa tumbuhan
agar tanah
terlindung dari pukulan langsung air hujan. Sedangkan strategi konservasi air menurut Arsyad (2010) pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan mengatr waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak lingkungan di musim penghujan, tetap cukup ketersediaan air pada musim kemarau dan tetap menjaga kualitas air.
Pendekatan konservasi air dapat dilakukan melalui dua cara yaitu panen air (water harvest) dan penghasil air (water yield). Panen air (water harvest) berarti air dipanen secara langsung misalnya dengan penampungan air, dam pengendali, dan bendungan. Sedangkan penghasil air (water yield) yaitu strategi untuk membuahkan hasil berupa sumber-sumber air seperti pembuatan sumur resapan air. Berikut adalah visualisasi sketsa strategi konservasi air.
Banjir dan kekeringan adalah bencana hidrometeorologi dengan memiliki sebab yang saling berlawanan. Banjir merupakan meningkatnya frekuensi air ke daratan hingga menyebabkan tergenangnya sebagian atau seluruh daratan dengan tingkat kedalaman tertentu sementara kekeringan adalah minimnya pasokan air di suatu kawasan dalam jangka waktu lama sehingga ketersediaan air mengalami kelangkaan. Kedua bencana ini disebabkan oleh pengaruh dari dua sisi yang berbeda yaitu frekuensi curah hujan yang terjadi dalam waktu tertentu. Erosi merupakan pengikisan permukaan tanah oleh air hujan yang menjadi limpasan di permukaan sehingga air dapat melolosakan sedimen tanah. Perbedaan mendasar antara erosi dan tanah longsor berada pada volume air untuk meloloskan tanah. Ketiga bencana ini tidak jarang melanda Indonesia, jadi secara teknis
ekosistem yang rusak direhabilitasi dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air.
Tindakan teknis konservasi tanah dan air untuk meminimalisir terjadinya bencana hidrometeorologi banjir dan kekeringan meliputi rehabilitasi hutan di kawasan hulu DAS dan memastikan fungsi penataan dan pengaturan sempadan sungai. Hal ini dapat dilakukan melalui pembuatan saluran diversi, teras, saluran teras, terjunan, rorak, dam pengendali, dan gully plug sebagaimana dapat divisualisasikan dalam gambar berikut :
Teknik ini memiliki prinsip pengelolaan yaitu mencegah kerusakan tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air, dan menentukan tindakan yang sesuai keadaan tanah. Tujuannya adalah untuk memperkecil aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan pada bangunan tertentu yang disiapkan. Selain itu, penerapan pengelolaan lahan berbasis konservasi tanah dengan metode vegetatif bisa mengurangi risiko tanah longsor yang terjadi seperti reboisasi, wanatani (agroforestry), alley coping, strip rumput, pagar hidup, dan tanaman multistrata.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang dipaparkan dapat diketahui bahwa bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan benar-benar menghantui wilayah Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk mencegah meningkatnya frekuensi bencana yang terjadi melalui tindakan untuk menyelamatkan ekosistem DAS kritis agar fungsi ekologi dapat berjalan secara maksimal. Pendekatan konservasi tanah dan air dengan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi wilayah yang ada diharapkan mampu menghadapi tantangan bencana hidrometeorologi di Indonesia.