ZHANGJIAKOU, CHINA - JULY 02: Solar panels and wind turbines are pictured on a barren mountain at Shenjing Village on July 2, 2018 in Zhangjiakou, Hebei Province of China. The installed capacity of renewable energy electricity generation in Zhangjiakou has reached 12.03 million kilowatts. (Photo by VCG)

Oleh : Ravendo Sitorus

Menurut International Energy Agency, emisi karbon di atmosfer bumi diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2040. Hal ini akan sangat berdampak terhadap keberlangsungan kehidupan manusia, berdasarkan Laporan konferensi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang menyatakan bahwa emisi karbon yang terus meningkat akan memperbesar risiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi massal bagi penghuni bumi. Dampak terkini yang dirasakan tercatat pada laporan PBB, dimana tahun 2019 dinyatakan sebagai tahun terpanas dalam periode lima tahun terakhir, dan rata-rata suhu global pada periode 2015 hingga 2019 merupakan suhu bumi terpanas sepanjang sejarah. Kondisi ini akan membahayakan generasi penghuni bumi selanjutnya dan bertentangan dengan Sustainable Development Goals.

Gambar 1 Emisi CO2 di dunia (sumber : IEA)

Berdasarkan data International Energy Agency, penyumbang emisi karbon terbesar adalah proses elektrifikasi dan pemanasan, yaitu sebesar 49,04% dari total karbon.

Gambar 2 Daftar sumber emisi karbon di dunia (sumber : IEA)

Sektor pembangkitan listrik merupakan bagian dari proses elektrifikasi. Indonesia dikategorikan sebagai negara yang belum sepenuhnya sukses dalam merealisasikan pembangkit listrik. Walaupun energi listrik yang dihasilkan oleh seluruh pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia mampu untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya, namun sebagian besar dari pembangkit yang ada masih tidak ramah lingkungan. Berdasarkan RUPTL PLN 2018, 84,94% pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan energi fosil. Penggunaan energi fosil akan memerlukan pembakaran dan memproduksi emisi karbon yang akan dilepaskan ke atmosfer.

Pemanfaatan energi terbarukan pada pembangkitan listrik merupakan salah satu solusi terbaik yang dapat mereduksi kenaikan emisi karbon di atmosfer. Sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan berupa air, angin, cahaya matahari, atau biomassa. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Kementrian ESDM menyatakan bahwa potensi energi terbarukan di Indonesia sebesar 442 GW, namun hingga saat ini Indonesia masih memanfaatkan 2% dari total potensi tersebut. Padahal jika Indonesia mampu memanfaatkan 15% saja, Indonesia telah mampu melistriki seluruh daerahnya tanpa harus bergantung lagi dengan energi fosil.

Masalah nyata lainnya adalah belum meratanya rasio elektrifikasi Indonesia. Walaupun rasio elektrifikasi negara ini telah mencapai angka 98,89%, masih terdapat daerah di Indonesia yang rasio elektrifikasinya jauh di bawah rata-rata nasional. Kondisi ini nyata terjadi di Nusa Tenggara Timur. Hingga Maret 2020, pemerintah mencatat rasio elektrifikasi provinsi ini sebesar 86,36%, dengan 25000 rumah tangga yang belum terlistriki.

Meskipun tergolong provinsi yang rendah elektrifikasi, NTT memiliki potensi energi terbarukan terhadap pemanfaatan cahaya matahari dan angin.

Peta Potensi Photovoltaik dan Angin Indonesia (sumber: SOLARGIS dan Kementrian ESDM)

NTT memiliki potensi pemasangan photovoltaik sebesar 4,5 kWh/kWp, sementara rata-rata kecepatan angin pada provinsi ini sekitar 6,3 m/s. Hal ini menjadi kabar menggembirakan untuk elektrifikasi wilayah NTT tanpa perlu takut akan besarnya emisi CO2 yang akan dihasilkan.

WINSET merupakan singkatan dari Wind Solar Energy Tree yang berarti pohon yang dapat menghasilkan energi listrik dengan sumber cahaya matahari dan angin. WINSET memiliki 4 komponen utama yaitu daun sel surya, piezoelektrik, baterai, dan inverter.

Struktur WINSET
Daun Solar Cell

Daun sel surya merupakan material yang mengonversikan cahaya matahari menjadi energi listrik menggunakan sel surya film tipis nanoteknologi organik. Sel surya film tipis organik terdiri dari substrat plastik, lapisan phthalocyanine, dan lapisan fullerene. Daun ini terdiri dari 16 sel surya yang saling terhubung secara seri yang membentuk modul sel surya seluas  60 cm2. Daun ini juga dilindungi oleh film pelindung yang sangat tipis untuk mencegah masuknya air dan oksigen sehingga akan meningkatkan daya tahan dan life time modul.

Modul sel surya yang digunakan memiliki kapasitas 50 Wp, maka energi yang dapat dihasilkan masing-masing daun sel surya adalah

Energi daun = Potensi photovoltaik NTT x Kapasitas daun sel surya

        = 4,5 kWh/kWp x 0,05 kWp
        = 0,225 kWh = 225 Wh

WINSET memiliki empat daun sel surya yang terhubung secara seri, dengan mempertimbangkan losses internal dan film pelindung, maka efisiensi sel surya yang digunakan adalah 90%. Sehingga, energi total yang dihasilkan oleh seluruh daun WINSET adalah

Energi = Energi daun x Banyak daun x Efisiensi

   = 225 Wh x 4 x 90%
   = 810 Wh

Piezoelektrik merupakan bahan yang akan menghasilkan medan listrik apabila diberi tekanan mekanik. Karena angin yang terdapat di NTT cukup besar, maka tekanan yang diberikan oleh angin akan membuat piezoelektrik menghasilkan energi listrik. Sistem WINSET memiliki 600 piezoelektrik yang tersebar pada batang tanaman dan bagian bawah daun. Pada batang tanaman piezoelektrik tersusun paralel, sementara pada bagian bawah daun piezoelektrik tersusun seri.

Piezoelektrik pada bawah daun (kiri), Piezoelektrik pada batang tanaman (kanan)

Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, diperoleh hubungan antara daya yang dihasilkan material piezoelektrik saat diberi getaran angin sebagai berikut.

Daya keluaran piezoelektrik vs kecepatan angin

Data Kementrian ESDM menujukkan rata-rata kecepatan angin di daerah NTT adalah 6,3 m/s. Maka berdasarkan grafik diatas, daya keluaran yang dihasilkan masing-masing piezoelektrik sebesar 7,5 mW. Losses yang mungkin muncul pada material piezoelektrik adalah losses mekanik seperti deformasi atau terhambatnya gerakan material, maka efisiensi piezoelektrik yang digunakan sebesar 90%. Sehingga, energi total yang dapat dihasilkan oleh piezoelektrik adalah

Energi  = Daya piezoelektrik x Banyak piezoelektrik x Efisiensi x 24 jam

       = 0,0075 W x 600 x 90% x 24 jam
       = 97,2 Wh

Dengan penjumlahan energi yang dihasilkan oleh daun sel surya dan piezoelektrik, maka total energi yang dihasilkan setiap WINSET adalah 907,2 Wh setiap harinya. Energi ini mampu untuk melistriki satu rumah tangga pada desa yang belum terlistriki di NTT. Dimana perhitungan energi harian rumah tangga di desa terpencil NTT adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Peralatan rumah tangga daerah terpencil

Dari tabel diatas, maka energi yang dihasilkan WINSET cukup untuk melistriki sebuah rumah tangga pada desa terpencil di NTT.

Energi yang dihasilkan tersebut akan dialirkan menuju baterai yang berkapasitas 1200 Wh (12 V, 100 Ah). Penggunaan baterai berfungsi sebagai storage dan meniadakan masalah intermittent energi terbarukan. Selanjutnya, energi yang tersimpan di baterai akan disalurkan menuju inverter yang akan mengubah tegangan 12 VDC menjadi tegangan 220 VAC dengan kapasitas 600 Watt. Pemilihan kapasitas daya inverter didasari pada beban puncak rumah tangga yang diprediksi terjadi ketika kipas angin, TV, setrika, dan 3 lampu dihidupkan bersamaan yaitu 505 Watt.

Untuk mengetahui peluang inovasi ini, perlu dilakukan analisis ekonomi terhadap implementasi WINSET pada sebuah rumah tangga di NTT. Analisis ekonomi dilakukan dengan memperhitungkan biaya investasi dan harga penjualan listrik. Rangkuman perhitungan biaya investasi adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Biaya Investasi WINSET

Harga penjualan listrik tahunan dapat dihitung melalui perkalian antara BPP pembangkitan listrik dan konsumsi kWh tahunan rumah tangga wilayah NTT. BPP pembangkitan daerah NTT sebesar Rp2.322/kWh, maka diperoleh harga penjualan listrik tahunan sebesar Rp745.826,4. Sehingga, payback period penggunaan WINSET pada rumah tangga terpencil di NTT adalah

Diperoleh uang investasi akan kembali sebelum tahun kedelapan. Angka ini tidak terlalu lama sehingga inovasi ini sangat layak secara ekonomi.

WINSET menjawab tantangan implementasi energi terbarukan di Indonesia. Selama ini pemerintah terkendala dengan pembebasan lahan dan besarnya biaya investasi untuk pembangunan pembangkitan listrik dan saluran transmisi-distribusi. Padahal energi terbarukan seperti cahaya matahari dan angin tidak memerlukan saluran transmisi dan distribusi karena seluruh penjuru bumi dapat merasakan energi ini. WINSET hadir untuk merealisasikan pembangkit listrik komersil tanpa saluran yang ramah lingkungan. WINSET sangat efektif untuk melistriki daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di NTT karena layak dalam hal teknis dan ekonomi. Selain dapat memberikan energi listrik yang ramah lingkungan, WINSET yang berbentuk tanaman hias juga dapat dijadikan sebagai pajangan yang indah di halaman rumah.

WINSET akan menjawab tujuan ketujuh Sustainable Development Goals yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan dan modern bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan potensi energi terbarukan negara Indonesia yang cukup tinggi, maka WINSET tidak hanya layak untuk diimplementasikan di NTT, namun juga layak digunakan di seluruh gedung perumahan/perkantoran/sosial di Indonesia baik pada daerah terpencil, maupun perkotaan. Selain itu, implementasi WINSET di Indonesia juga akan menjadi teladan bagi negara lainnya dalam menciptakan teknologi baru dan terbarukan pada sektor pembangkitan energi listrik untuk menjaga iklim dunia.